Senin, 16 Desember 2013

Undian Berhadiah & Perlombaan dalam Hukum Islam

BAB I
PENDAHULUAN 

A.  Latar Belakang
Dewasa ini banyak kita temukan suatu peristiwa yang sudah melenceng dari syariat Islam. Diantaranya adalah tentang undian berhadiah dan perlombaan berhadiah. Undian berhadiah seperti sumbangan sosial berhadiah yang diselenggarakan oleh departemen sosial RI dan kupon berhadiah Porkas sepak bola yang diselenggarakan yayasan dana bakti kesejahteraan sosial, merupakan masalah yang aktual dan kontroversial yang hingga kini masih tetap ramai dibicarakan oleh tokoh-tokoh masyarakat. Ada yang pro dan juga ada yang kontra dengan argumentasinya masing-masing.[1]
Memang kalau kita lihat kondisi negara ini yang dari segi ekonomi sangat memprihatinkan sehingga banyak orang menempuh berbagai cara untuk mendapatkan uang tanpa menghiraukan halal atau haramnya uang tersebut. Diantaranya adalah dengan mengikuti undian berhadiah dan perlombaan berhadiah. Untuk mengetahui bagaimanakah hukum dari undian berhadiah dan perlombaan berhadiah akan diuraikan dalam pembahasan makalah ini.
B.  Rumusan Makalah
1.    Apakah hukum membuat Perlombaan berhadiah dan undian berhadiah ?
2.    Bagaimana hukumnya jika kita memakai uang hasil perlombaan atau undian ?
3.    Bagaimana pandangan para ulama tentang kedua hal yang signifikan tersebut ?
C.  Tujuan
1.    Untuk lebih melekatnya ilmu pengetahuan dengan membuat makalah seperti ini.
2.    Untuk mendapatkan nilai dari dosen pembimbing karena telah menyelesaikan tugas yang telah dibebankan kepada kami.
BAB II
PEMBAHASAN

A.  Pengertian
Perlombaan berhadiah adalah perlombaan yang bersifat adu kekuatan seperti bergulat. Lomba lari atau ketrampilan ketangkasan seperti badminton, sepak bola, atau adu kepandaian seperti : main catur. Sedangkan yang dimaksud dengan undian berhadiah adalah pemungutan dana dengan cara menyelenggarakan undian/kupon berhadiah yang dapat menarik masyarakat untuk membelinya agar mendapatkan hadiah tersebut seperti yang dijanjikan.
Demikian pula dalam dunia perdagangan dewasa ini banyak pula jual beli barang dilakukan dengan sistem kupon berhadiah untuk kepentingan promosi barang dengannya. Karena itu untuk kepentingan umum, pemerintah mengadakan pengawasan dan penertiban terhadap penyelenggaraan undian dan kupon berhadiah, agar tidak terjadi hal-hal yang tidak merugikan masyarakat dan negara. Misalnya pihak penyelenggara undian tidak menepati janjinya atau menggunakan dana yang terdahulu, penyebaran/ pengedaran undian/ kupon tidak menimbulkan keburukan sosial dan sebagainya.[2]
B.  Hukum
Mengenai hukum dari perlombaan berhadiah, pada prinsipnya lomba semacam badminton, sepakbola dan lain-lain diperbolehkan oleh agama, asalkan tidak membahayakan keselamatan badan dan jiwa. Dan mengenai uang hadiah yang diperoleh dari hasil lomba tersebut diperbolehkan oleh agama, jika dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut:
1.    Jika uang lomba berhadiah itu disediakan oleh pemerintah atau sponsor non pemerintah untuk para pemenang.
2.    Jika uang hadiah itu merupakan janji salah satu dua orang yang berlomba kepada lawannya, jika ia dapat dikalahkan oleh lawannya itu.
3.    Jika uang hadiah lomba disediakan oleh para pelaku lomba dan mereka disertai Muhallil, yaitu orang yang berfungsi menghalalkan perjanjian lomba dengan uang sebagai pihak ketiga, yang akan mengambil uang hadiah itu, jika ia jagonya menang; tetapi ia tidak harus membayar, jika jagonya kalah.
Menurut fiqih Mazhab Syafi’i terdapat tiga macam taruhan yang dibenarkan oleh agama Islam, yaitu:
a)      Apabila yang mengeluarkan barang atau harta yang dipertaruhkan adalah pihak ketiga;
b)      Taruhan yang bersifat sepihak;
c)      Taruhan yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan ketentuan siapa saja yang kalah harus membayar atau memberikan sesuatu kepada seseorang yang menang. Akan tetapi cara ini harus dengan muhallil (yang menghalalkan).[3]
Lomba dengan menarik uang saat pendaftaran dari peserta untuk hadiah termasuk judi, sedangkan yang bukan untuk hadiah itu tidak termasuk judi.
Abdurrahman Isa menjelaskan, bahwa Islam membolehkan bahkan memberi rekomendasi terhadap usaha menghimpun dana guna membantu lembaga sosial keagamaan dengan memakai sistem undian berhadiah, agar masyarakat tertarik untuk membantu usaha sosial itu.
Menurut Abdurrahman Isa, undian berhadiah itu tidak termasuk judi, karena judi dan lain sebagainya dirumuskan oleh ulama’ Syafi’i adalah “antara kedua belah pihak yang berhadapan itu masing-masing ada untung dan rugi”. Padahal pada undian berhadiah untuk amal itu pihak penyelenggara tidak menghadapi untuk rugi, sebab uang yang akan masuk sudah ditentukan sebagian untuk dana sosial, dan sebagian lagi untuk hadiah dan administrasi.
Mengenai hukum dari Lotre itu juga termasuk perjudian atau taruhan dan berlaku nas Sharih dalam Al-qur’an surat Al-Baqarah ayat 219 sebagai berikut:
Artinya: ‘’Mereka bertanya kepadamu tentang khamar [segala minuman yang memabukkan] dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya". dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: " yang lebih dari keperluan." Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir’’ ( Q.S. Al-Baqarah : 219 )
Menurut fiqih Mazhab Syafi’i terdapat tiga macam taruhan yang dibenarkan oleh agama Islam, yaitu:
1)      Apabila yang mengeluarkan barang atau harta yang dipertaruhkan adalah pihakketiga;
2)      Taruhan yang bersifat sepihak;
3)      Taruhan yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan ketentuan siapa saja yang kalah harus membayar atau memberikan sesuatu kepada seseorang yang menang. Akan tetapi cara ini harus dengan muhallil (yang menghalalkan).
C.  Kriteria Judi
Lafal yang dipakai dalam Al-Qur’an untuk judi adalah “maisir”. Di dalam Al-Qur’an tidak ditemukan “qimar”.
Maisir pada asal bahasa ialah: berqimar dengan anak panah baik untuk mencari siapa yang mempunyai nasib bik, dapat bagian banyak, ataupun siapa yang tidak bernasib baik mendapat bagian sedikit, ataupun tidak mendapat apa- apa.[4]
Kemudian lafal Maisir ini dipakai untuk sebagai macam qimar. Ibnu Atsir dalam kitabnya: An-Nihayah berkata; maisir ialah berjudi dengan dadu. Segala apa saja yang padanya mengandung makna judi maka dia dipandang maisir, anak-anak yang bermain kelereng. Maka anak-anak yang bermain kelereng dapat juga dikatakan maisir, karena disana ada unsur kalah dan menang bukan? Dan qimar ialah bertaruh dengan mata uang, dengan benda-benda tertentu, dengan menggunakan dan nasib.

BAB III
PENUTUP

A.  Kesimpulan
Perlombaan berhadiah adalah perlombaan yang bersifat adu kekuatan seperti bergulat. Lomba lari atau ketrampilan ketangkasan seperti badminton, sepak bola, atau adu kepandaian seperti main catur. Sedangkan yang dimaksud dengan undian berhadiah adalah pemungutan dana dengan cara menyelenggarakan undian/ kupon berhadiah yang dapat menarik masyarakat untuk membelinya agar mendapatkan hadiah tersebut seperti yang dijanjikan.
Pada hakikatnya perlombaan berhadiah dan undian berhadiah kalau tidak mengandung unsur judi dan dana itu berasal dari pemerintah atau suatu sponsor maka itu diperbolehkan. Tetapi apabila dana itu diambil dari kedua belah pihak dan dari pihak ada yang rugi dan untuk maka ini dikatakan judi yang diharamkan oleh agama.
B.  Saran
Pembaca yang budiman, di samping kita mempelajari tentang hal-hal yang berkaitan dengan  hukum di atas, lebih – lebih kita juga harus memperkuat keimanan dan ketaqwaan kita kepada Allah Swt serta memperdalami ilmu Agama lebih-lebih ilmu yang berkaitan dengan fardhu ‘ain. 

DAFTAR PUSTAKA

Ash-Shiddieqi, Hasbi, Kumpulan Soal Jawab, Jakarta: Bulan Bintang, 1971.
Mahfudz, Sahal, Solusi Problematika Aktual Hukum Islam, (Surabaya: Diantama, 2004)
http://webmakalah.blogspot.com/2009/10/undian

Tidak ada komentar:

Posting Komentar