BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dewasa ini banyak kita temukan suatu peristiwa yang
sudah melenceng dari syariat Islam. Diantaranya adalah tentang undian berhadiah
dan perlombaan berhadiah. Undian berhadiah seperti sumbangan sosial berhadiah
yang diselenggarakan oleh departemen sosial RI dan kupon berhadiah Porkas sepak
bola yang diselenggarakan yayasan dana bakti kesejahteraan sosial, merupakan
masalah yang aktual dan kontroversial yang hingga kini masih tetap ramai
dibicarakan oleh tokoh-tokoh masyarakat. Ada yang pro dan juga ada yang kontra
dengan argumentasinya masing-masing.[1]
Memang kalau kita lihat kondisi negara ini yang dari
segi ekonomi sangat memprihatinkan sehingga banyak orang menempuh berbagai cara
untuk mendapatkan uang tanpa menghiraukan halal atau haramnya uang tersebut.
Diantaranya adalah dengan mengikuti undian berhadiah dan perlombaan berhadiah.
Untuk mengetahui bagaimanakah hukum dari undian berhadiah dan perlombaan
berhadiah akan diuraikan dalam pembahasan makalah ini.
B. Rumusan Makalah
1. Apakah hukum membuat Perlombaan berhadiah dan undian
berhadiah ?
2. Bagaimana hukumnya jika kita memakai uang hasil
perlombaan atau undian ?
3. Bagaimana pandangan para ulama tentang kedua hal yang
signifikan tersebut ?
C. Tujuan
1. Untuk lebih melekatnya ilmu pengetahuan dengan membuat
makalah seperti ini.
2. Untuk mendapatkan nilai dari dosen pembimbing karena
telah menyelesaikan tugas yang telah dibebankan kepada kami.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Perlombaan berhadiah adalah perlombaan yang bersifat
adu kekuatan seperti bergulat. Lomba lari atau ketrampilan ketangkasan seperti
badminton, sepak bola, atau adu kepandaian seperti : main catur. Sedangkan yang
dimaksud dengan undian berhadiah adalah pemungutan dana dengan cara
menyelenggarakan undian/kupon berhadiah yang dapat menarik masyarakat untuk
membelinya agar mendapatkan hadiah tersebut seperti yang dijanjikan.
Demikian pula dalam dunia perdagangan dewasa ini
banyak pula jual beli barang dilakukan dengan sistem kupon berhadiah untuk
kepentingan promosi barang dengannya. Karena itu untuk kepentingan umum,
pemerintah mengadakan pengawasan dan penertiban terhadap penyelenggaraan undian
dan kupon berhadiah, agar tidak terjadi hal-hal yang tidak merugikan masyarakat
dan negara. Misalnya pihak penyelenggara undian tidak menepati janjinya atau
menggunakan dana yang terdahulu, penyebaran/ pengedaran undian/ kupon tidak
menimbulkan keburukan sosial dan sebagainya.[2]
B. Hukum
Mengenai hukum dari perlombaan berhadiah, pada
prinsipnya lomba semacam badminton, sepakbola dan lain-lain diperbolehkan oleh
agama, asalkan tidak membahayakan keselamatan badan dan jiwa. Dan mengenai uang
hadiah yang diperoleh dari hasil lomba tersebut diperbolehkan oleh agama, jika
dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut:
1. Jika uang lomba berhadiah itu disediakan oleh
pemerintah atau sponsor non pemerintah untuk para pemenang.
2. Jika uang hadiah itu merupakan janji salah satu dua
orang yang berlomba kepada lawannya, jika ia dapat dikalahkan oleh lawannya
itu.
3. Jika uang hadiah lomba disediakan oleh para pelaku
lomba dan mereka disertai Muhallil, yaitu orang yang
berfungsi menghalalkan perjanjian lomba dengan uang sebagai pihak ketiga, yang
akan mengambil uang hadiah itu, jika ia jagonya menang; tetapi ia tidak harus
membayar, jika jagonya kalah.
Menurut fiqih Mazhab Syafi’i terdapat tiga macam
taruhan yang dibenarkan oleh agama Islam, yaitu:
a) Apabila yang mengeluarkan barang atau harta yang
dipertaruhkan adalah pihak ketiga;
b) Taruhan yang bersifat sepihak;
c) Taruhan yang dilakukan oleh dua orang atau lebih
dengan ketentuan siapa saja yang kalah harus membayar atau memberikan sesuatu
kepada seseorang yang menang. Akan tetapi cara ini harus dengan muhallil (yang
menghalalkan).[3]
Lomba dengan menarik uang saat pendaftaran dari
peserta untuk hadiah termasuk judi, sedangkan yang bukan untuk hadiah itu tidak
termasuk judi.
Abdurrahman Isa menjelaskan, bahwa Islam membolehkan
bahkan memberi rekomendasi terhadap usaha menghimpun dana guna membantu lembaga
sosial keagamaan dengan memakai sistem undian berhadiah, agar masyarakat
tertarik untuk membantu usaha sosial itu.
Menurut Abdurrahman Isa, undian berhadiah itu tidak
termasuk judi, karena judi dan lain sebagainya dirumuskan oleh ulama’ Syafi’i
adalah “antara kedua belah pihak yang berhadapan itu masing-masing ada
untung dan rugi”. Padahal pada undian berhadiah untuk amal itu pihak
penyelenggara tidak menghadapi untuk rugi, sebab uang yang akan masuk sudah
ditentukan sebagian untuk dana sosial, dan sebagian lagi untuk hadiah dan
administrasi.
Mengenai hukum dari Lotre itu juga termasuk perjudian
atau taruhan dan berlaku nas Sharih dalam Al-qur’an surat Al-Baqarah ayat 219
sebagai berikut:
Artinya:
‘’Mereka bertanya kepadamu tentang khamar [segala minuman yang memabukkan] dan
judi. Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa
manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya".
dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: " yang
lebih dari keperluan." Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu
supaya kamu berfikir’’ ( Q.S. Al-Baqarah : 219 )
Menurut fiqih Mazhab Syafi’i terdapat tiga macam
taruhan yang dibenarkan oleh agama Islam, yaitu:
1) Apabila yang mengeluarkan barang atau harta yang
dipertaruhkan adalah pihakketiga;
2) Taruhan yang bersifat sepihak;
3) Taruhan yang dilakukan oleh dua orang atau lebih
dengan ketentuan siapa saja yang kalah harus membayar atau memberikan sesuatu
kepada seseorang yang menang. Akan tetapi cara ini harus dengan muhallil (yang
menghalalkan).
C. Kriteria Judi
Lafal yang dipakai dalam Al-Qur’an untuk judi
adalah “maisir”. Di dalam Al-Qur’an tidak ditemukan “qimar”.
Maisir pada asal bahasa ialah: berqimar dengan anak
panah baik untuk mencari siapa yang mempunyai nasib bik, dapat bagian banyak,
ataupun siapa yang tidak bernasib baik mendapat bagian sedikit, ataupun tidak
mendapat apa- apa.[4]
Kemudian lafal Maisir ini dipakai untuk sebagai macam
qimar. Ibnu Atsir dalam kitabnya: An-Nihayah berkata; maisir ialah berjudi
dengan dadu. Segala apa saja yang padanya mengandung makna judi maka dia
dipandang maisir, anak-anak yang bermain kelereng. Maka anak-anak yang bermain
kelereng dapat juga dikatakan maisir, karena disana ada unsur kalah dan menang
bukan? Dan qimar ialah bertaruh dengan mata uang, dengan
benda-benda tertentu, dengan menggunakan dan nasib.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perlombaan berhadiah adalah perlombaan yang bersifat
adu kekuatan seperti bergulat. Lomba lari atau ketrampilan ketangkasan seperti
badminton, sepak bola, atau adu kepandaian seperti main catur. Sedangkan yang
dimaksud dengan undian berhadiah adalah pemungutan dana dengan cara
menyelenggarakan undian/ kupon berhadiah yang dapat menarik masyarakat untuk
membelinya agar mendapatkan hadiah tersebut seperti yang dijanjikan.
Pada hakikatnya perlombaan berhadiah dan undian
berhadiah kalau tidak mengandung unsur judi dan dana itu berasal dari
pemerintah atau suatu sponsor maka itu diperbolehkan. Tetapi apabila dana itu
diambil dari kedua belah pihak dan dari pihak ada yang rugi dan untuk maka ini
dikatakan judi yang diharamkan oleh agama.
B. Saran
Pembaca yang budiman, di samping kita mempelajari
tentang hal-hal yang berkaitan dengan hukum di atas, lebih – lebih
kita juga harus memperkuat keimanan dan ketaqwaan kita kepada Allah Swt serta
memperdalami ilmu Agama lebih-lebih ilmu yang berkaitan dengan fardhu ‘ain.
DAFTAR
PUSTAKA
Ash-Shiddieqi,
Hasbi, Kumpulan Soal Jawab, Jakarta: Bulan Bintang, 1971.
Mahfudz,
Sahal, Solusi Problematika Aktual Hukum Islam, (Surabaya: Diantama, 2004)
http://webmakalah.blogspot.com/2009/10/undian
Tidak ada komentar:
Posting Komentar